Habibi di Mata Najwa (05 Februari 2014 , 20:00)
Subhanallah melihat beliau
sungguh kagum, sangat mencintai bangsa ini. Sempet sebelumnya saya bertanya
kepada diri saya sendiri, adakah pemimpin Indonesia yang menggunakan cara
Rosulullah? Yaitu bukan hanya menggunakan “logika, dan ilmu” karena negara tidak
bisa dipisahkan sedikitpun dengan DienMu., dalam Islam disebutlah ulil
Amri
An –Nisa : 59
Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya)
dan ulil amri diantara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al-Quran) dan Rosul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) da lebih
baik akibatnya.
Imam an-Nawawi rahimahullah
berkata, “Para ulama mengatakan: Yang dimaksud dengan ulil amri adalah
orang-orang yang Allah wajibkan untuk ditaati yaitu penguasa dan pemerintah. (http://muslim.or.id/manhaj/ulil-amri.html).
Nah melihat pernyataan tersebut, wajiblah bagi kita untuk menaati pemimpin kita.
BJ. Habibie adalah salah satu Presiden Indonesia yang mengabungkan “logika,
ilmu dan dien” dalam kesatuan yang utuh untuk memimpin negara ini. Kecerdasan
logika yang diiringi dengan ilmu dariNya. Menurut bahasa saya bisa memanusiakan
manusia.
Melihat beliau seperti itu, jadi
membayangkan, bagaimana ketika zaman rosulullah dahulu ya? Kita adalah umat
yang paling disayangi beliau karena kita tak penah melihat secara langsung
ajaran-ajarannya, tetapi kita bisa terus belajar menjalankan ajarannya,dan
mencintai beliau. Pak BJ. Habibie dengan segala kecerdasasan yang dimiliki oleh
beliau, apalagi rosul? Subhanallah, pasti berlipat kali lebih dari beliau. Saya
jadi membayangkan, apa yang akan terjadi pada Indonesia jika rosul memimpin
Indonesia? Pasti sempurna. Saya secara pribadi merindukan sosok pemimpin yang
tidak hanya mempunyai kecerdasan logika, tetapi juga memiliki kecerdasan hati
yang bisa menyeimbangkan keduanya. Terlepas dari manusia yang mempunyai
kelemahan tempat salah dan lupa, yang merupakan fitrah. Bukan sebuah alasan
untuk tidak berusaha menjadi lebih baik.
Kagum ketika mendengar beliau
ditentang dan melihat dari balik layar kaca, kemudian langsung memimpin sholat
jamaah, ditemani oleh sang isri Ibu Ainun, dan anak-anaknya. Rasa syukur yang
tinggi, ketika Allah melindunginya dan keluarganya. Mampu menahan “ego”
cita-cita demi kemakmuran rakyat. Harta dan Tahta yang merupakan amanat telah
dikerjakan dengan baik(insyaAllah), semua dikesampingkan demi “rakyat” , bukan
malah memihak kepada golongan tertentu. Miris ketika melihat Baligho besar
dijalan, tertuliskan nama Presiden kita mengucapkan “Imlek” , tetapi bukan
sebagai “Presiden” melainkan sebagai ketua “Partai”. Sempat ngobrol dengan
teman, kita ini punya “Presiden” atau “Ketua Partai” ? Pertanyaan yang sangat
menarik, dan miris sekali.
Seseorang yang seharusnya menjadi
“Ulil Amri” malah memihak kepada golongan tertentu, Bapak yang terhormat,
tidakkah kamu malu dengan rakyatmu? Rakyat sangat mengagumi engkau tetapi
engkau lebih bangga dikenal dengan “golongan” tertentu. Miris sekali.
Sempat melihat di acara televisi yang
lain yang membahas tentang “Selfie” . Selfie adalah foto yang menarik,
ditunjukkan salah satu foto Bapak dengan salah seorang PM negara tetangga,
kenapa masih sempat melakukan hal itu? Manusiawi jika bapak lakukan diluar
agenda kenegaraan, tetapi jika dilakukan dalam agenda kenegaraan? Apa kata
masyarakat? Bapak bukanlah “Artis” melainkan “Pemimpin”. Terkadang saya juga
berfikir, ketika pemimpinnya belum bisa memperbaiki diri, bagaimana dengan
masyarakatnya?
Saat ini Indonesiaku tercinta
sedang mengalami “Teguran” dariNya,. Sapaan halus, yang terkadang kita masih
belum “nggeh” . Disini saya tidak menyalahkan siapapun, tetapi kembali kepada
diri sendiri, apakah kita “nggeh” dengan sapaan yang Allah berikan itu?
Masihkah kita berjalan dimuka bumi ini dengan sombong. Hello, Allah punya “Kun
Fa Yaa Kuun”, yang bisa dengan mudah menganti umatnya dalam sekejap yang Allah
inginkan.
Terlepas dari itu semua, ini
hanya coretan saya atas apa yang yang saya lihat, rasakan dan saya dengar. Saatnya
memperbaiki diri sendiri, dan aku selalu merindukan sosok “Pemimpin yang Memanusiakan
Manusia”.