Senin, 21 Maret 2011

Sudah siapkah untuk menikah,,,?

Sudah siapkah untuk menikah,,,?
Ehm,,,, pertanyaan ini sedikit sensitive bagi kalangan remaja, tapi bagi kalangan laki-laki dan perempuan yang sudah berumur 20 tahun lebih ini merupakan topic yang sangat menarik,,, J
Dua hari yang lalu tepatnya 16 Maret 2011 ,jam menjelang tidur, aku mengobrol dengan salah satu teman kos ku, awalnya kita disini mengobrol just becanda- becanda , saling bercerita tentang pengalaman hari itu saat berada di kantor.
Dan entah mulai dari mana kita tiba-tiba membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan pernikahan. Ehm,, topik yang sangat menarik sekali untuk di bahas tentunya bagi kita. Sebelumnya kita juga sempat berdiskusi tentang bagaimana sebuah kesiapan dan persiapan pernikahan. Disini pembicara utamamnya adalah teman ku, dan aku memanggilnya “Mbak “ karena dia 2 tahun lebih dari saya. Disini si “mbaknya” berbicara tentang sebuah keberanian untuk menikah, dan hal ini sedikit membuka pikiranku tentang sebuah pernikahan.
“Mbaknya” menyebutkan saat kita ditanya “apakah sudah siap untuk menikah,,,,?” Pasti banyak orang yang menjawab, belum siap karena ini dan itu. Itu sudah menjadi rahasia umum, Tapi disini mbaknya sedikit mengupas tentang sebuah kesiapan dalam atau saat ingin menikah. Yang dibutuhkan adalah keberanian, keberanian dalam diri kita, apakah kita berani untuk menikah atau tidak, dan kesiapan itu sebenarnya hanya Allah, bukan manusianya. Jika Allah sudah menetapkan dalam hati kita kita siap, siapa yang akan menolak, walaupun secara ucapan dan hati masih ragu untuk melakukannya. Seorang anak yang sudah baligh itu secara medis sudah siap untuk meniikah, walaupun kodisinya belum matang, tapi jika Allah sudah menentukan jodoh bagi dia, tidak ada yang bisa mengelaknya lagi.
Hal itu membuat pikiranku terbuka, jika kita tidak berani untuk melakukannya maka kita tidak adkan pernah siap dan tidak akan mungkin itu terjadi, karena sebuah teori – teori tentang pernikahan itu akan muncul saat dipraktekkan di saatnya, dan teori tidak selalu sama dengan prakteknya karena setiap masalah dalam sebuah pernikahan itu tidak selalu sama.
Perbincangan kita yang kedua adalah soal, sebuah ungkapan perasaan seorang laki-laki, “mbaknya” mengatakan, seharusnya seorang laki-laki yang mengungkapkan perasaannya, harusnya siap dengan apa yang dituju, untuk apakah dia mengungkapkan perasaannya, apakah hanya sekedar mengungkapkan, atau bagaimana. Jika seorang laki-laki itu dating hanya untuk mengucapkan “aku suka kamu”, tanpa maksud apa-apa, berarti dia belum siap dengan apa yang diucapkan. Jika seorang laki-laki sudah mengatakan persaannya terhadap seorang perempuan, seharusnya dia sudah siap dengan makksud tujan untuk mengungkapkan perasaan itu, karena setipa orang yang mendapatkan pernyataan atau ungkapan seperti itu, pasti akan memikirkan apa yang dia dengar.
Resikonya adalah sangat besar bagi orang yang sudah siap mengungkapkan tapi tidak siap untuk menjalankan. So, buat kaum laki-laki, ketika anda mengungkapkan perasaan anda kepada seorang wanita, sebaiknya perlu di pikirkan kembali, apa maksud dari mengungkapkan. Ada juga yang berpendapat bahwa mengungkapkan agar lega, ,,, ini salah satu persepsi yang sedikit perlu di koreksi kembali. Karena saat mengungkapkan, pastilah mau tidak mau yang menerima pernyataan tersebut pasti akan memikirkan hal itu. Entah suka maupun tidak pasti itu akan menganggu pikirannya. Janganlah sampai tujuan yang baik malah membuat orang lain menjadi kepikiran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar