Kamis, 23 Januari 2014

19 Januari 2014

Pagi itu, alhamdulillah bisa tidak tidur lagi setelah subuh.
“Toolbox di mas ain”
“Mas Ain katanya ikut TH”
“lho.. gitu ya..”
“Uda hubungin mz ain belum mi?”
“Uda semalam..”
“Blm dibales”
Deg, aduhhh… bagaimana ini.
Langkah pertama adalah telepon mas Ain. Dan alhamdulillah dijawab dan berkoordinasi. Toolbox itu berisi peralatan buat kegiatan BCBS di Rusun Pinus Elok, Cakung Jakarta Timur. Dan saya sendiri tidak hafal rumahnya, hiks. Akhirnya menelpon beberapa orang dan alhamdulillah ada mbak nikita lily yang bersedia mengambil toolbox tersebut. Dan, kita pun janjian di Kuburan Tanah Kusir, karena yang saya tahu adalah daerah tersebut. Sebelum kesana sempat telponan, dan bertanya jalan ke adek mas Ain, dan diarahkan jalannya, dan saya bilang iya, o iya, dan iya- faham. Biar cepet, padahal saya tidak faham jalan yang di maksudkan. Saya hanya merekam, point-point utama yaitu Blok M, Radio Dalam, Gandaria City, ketemu jalan panjang, kemudian arah Tanah Kusir. Hal itu yang saya rekam. Dan berangkatttt…..
08.01
Fatma uda sampek…
08.03
Wah falentino rosa nih..
Tunguuu yah..

Mikir, wah, apakah saya melaju terlalu kencang, perasaan biasa aja. Munkin karena jalanan sepi saja. Dan kemudian menanti mbak nikita lily, hampir 30 kemudian akhirnya datang, dan saya berada di alf*mart karena kelaparan, meluncur ke TKP (depan poll taxi Expr*s) , tepatnya didepan makam. Mbak nikita lily bercerita bahwa terkena banir dan akhirnya puter jalan. Dan alhamdulillah, ketemu juga, meluncur lagi ke Mampang, kosan tercinta dan menghubungi fahmi dan mas krisna serta mala. Fahmi sudah siap di Dekat halte Duren Tiga, dan mas Krisna masih mengejar Mala (sebenarnya binggung kenapa harus dikejar, apakah sudah naek koppaja jadi ahrus dikejar?) pertanyaan yang tidak penting tetapi menjadi pikiran :D. Ok, ketemu fahmi sudah. Dan sebelumnya juga berkoordinasi dengan mas Setyo PJ harian BCBS, bahwa minta kertas untuk mengambar, dan saya tidak “ngeh” , bahwa yang dimaksud adalah kertas kosong, dikira alat peraga buat “family”, maafkan saya, sudah panik duluan, dan baru mikirnya kemudian.

Trauma Healing, Duri Kepa
Mas Krisna dan Mala sudah sampai depan kosan saya, dan saya masih berjibaku, dengan diri sendiri, takut ada yang terlupa, kurang lebih menuggu saya didepan pagar kosan :D, maaf ya… kurang lebih 10 menitan. Ok siap, berangkat menuju Duri Kepa.
Ditengah jalan, sempat gerimis dan hujan agak sedikit besar.
“Mas kira-kira perjalanan berapa menit? “
“Yah 45 menitan-lah kalau tidak macet”
Ok, jadi harus melaju lebih cepat.
“Nanti, Mall Taman Anggrek, belok ke kiri ya…”
“Ok”
Melajulah kami (saya dan Mala), dengan entah kecepatan berapa, dan sesampai di Taman Catleya, Mas Krisna tidak nampak “Batang Motornya” . Kami menunggu dan menunggu beberapa menit, dan tak tampat, akhirnya meraih HP, dan Mas Krisnapun menelepon, dan kamipun salah. Yang dimaksud adalah belok pas arah di taman Anggreknya, tuing.
Duri Kepa, entah dimana itu saya saja baru mendengarnya. Lewat jalan yang belum pernah saya temuin, belok lurus dan belok. Ketemu jalan yang banjir. Melihat orang dan motor melintas, sepertinya aman.
Yakin, mau nerobos,
Hayu aja
Melewatin jalan dengan “kerumunan air” alias banjir, terlewati, alhamdulillah kaki tidak basah, tapi boncengan saya (Mala) bahah, padahal uda teriak, “kakinya naikin”… ternyata masih basah juga. Ok lanjut, lurus, belok dan lurus… dan akhirnya bertanya kepada orang, dan kami salah jalan. Muter lagi, dan memasuki kawasan perumahan, Green Village klo ga salah itu namanya.
Masuk perumahan disapa dengan “kerumunan air”, dan terjang….
Selusur, selusur, dengan sedikit tingkat emosi, karena navigatornya suka berhenti mendadak.
Bertanya lagi, ada bapak-bapak yang bilang masuk lagi dalam perumahan, kamipun bertanya dan ternyata jalan yang harus kami lalui, masih sepaha, nah…
Ya uda, Tanya dulu
Akhirnya teleponlah ke P. Marsin (Koordinator Posko Duri Kepa) , dan ternyata salah jalan. Alhamdulillah belum sampai menyebrangi “kerumunan air”  . Puter balik, melewati kerumunan iar yang lain, lurus, belok, dan keluarlah dari perumahan tersebut.
Menuju tempat yang dimaksudkan, melewati dan melewati kerumunan air, sekarang sudah menjadi kewajiban, jika ingin mencapai posko. Mendapat arahan dari bapak-bapak, dan sepertinya harus melewati kerumunan air yang lebih tinggi, dan kami memutuskan untuk mencari jalan alternative (padahal aga tau jalan), kami melewati sejenis waduk yang luamyan besar, banyak sekali warga yang sedang membersihkan sisa-sisa sapaan “kerumunan air”, dengan ciri, banyak air yang mengalir keluar rumahnya (hanya asumsi) karena aktivitasya tidak Nampak, ada beberapa yang sedang asik mengobrol di pinggiran waduk itu.
Selesai, melewati waduk, dan bertemu dengan sungai, ntah apa itu namanya, ada pemuda dan beberapa anak sedang bermain getek (perahu yang terbuat dari bamboo) nggak tau sebuatannya apa untuk disini :D .
Selusur, dan bertemu dengan “studio 5” Ind*siar , lurus, dan alhamdulillah ketemu.
Dan ternyata teman-teman dari ACT pusat sudah sampai duluan.
Sampai, dan anak-anak serta para orang tua sudah berlarian menuju “ruko” , dan binggung, sang pendongeng (teh Yani) belum datang.
Mbak, ayo dimulai, anak-anak sudah pada ngumpul, kasian keburu hujan.
Layaknya pasar yang lagi diskon. Ibu-ibu, anak kecil anak agak gede dan gede, numpuk jadi satu dan saya binggung harus ngapain.
Mbak, dimulai aja ya..
Iya-iya,..
Trus ngapain mbak, dirapihin dulu aja
Alhamdulillah ada Yosi, yang baru saja kenal (dan ternyata sudah ketemu sebelumnya) , dia berhasil merapihkan anak-anak. Melihat kondisi yang campur, akhirnya saya meminta untuk kelas 4 keatas dipisahkan. Trik dalam BCBS diterapkan.
Alhamdulillah, rapi, dan teh Yani belum juga datang.
Mbak, ini anak-anak sudah rapi mau diapain lagi?
Ehm,,, tau permainan yang ular-ularan itu nggak? Yang kakak-kakaknya jadi terowongan?
Ada yang usul, tupai lompat, jika umuran segitu, mungkin belum terlalu mudeng.
Akhirnya Yosi kembali ke anak-anak dan ntah diapain sembari menunggu  sang pendongeng ;) . Saya, Mala, Mas Kris, Ayu, Aini dan Mas Agus memasuki anak-anak kelas 4 keatas. Sebelumnya sudah menyiapkan kertas HVS, dan lupa membeli spidol dijalan, akhirnya masih mencari bolpoin, nemu dua biji. Disertai dengan dua penutup mata, hasil mengunting dari jilbab saya yang belum terpakai, awalnya miri sayang, tapi ya sudahlah.
Permainan pertama, Mengambar Muka estafet, ini adalah salah satu games yang ada di BCBS yang bertujuan melatih kejujuran, kepemimpinan, strategi dan kekompakan. Karena penutup mata cuma dua dan bolpoin juga cuma dua, akhirnya  dari 6 kelompok yang terdiri dari 6 anak, mainnya 2 kelompok.
Sebelum memulai permainan mengeluarkan jurus yel-yel
Anak Indonesia
Kreatif
Anak Indonesia
Prestasi
Anak Indonesia
Juara
Anak Indonesia
Kreatif, Prestasi, Juara

Dengan beberapa kali pengulangan. Alhamdulillah mereka menghafalnya. Dengan extra tenaga “teriak-teriak” alhamdulillah suara saya terdengar, padahal biasaya dalam forum, mbak, suaranya gedein.. :D. Dan selanjutnya yel-yel tersenbut digunakan saat mereka sudah mulai lemes.
Setelah usai game gambar estafet, pemberian hadiah untuk kelompok yang menang. Dan game selanjutnya, game suit gaya. Awalnya mereka agak binggung, dan setelah saya menyebutkan benteng, mereka baru nggeh. Suit gaya pertama kali saya kenal saat Camping di Cibubur, yang terdiri dari beberapa komunitas, dan dari situlah mulai mengenal banyak teman-teman dari SIGi.
Siut gaya, suit yang dilakukan menggunakan gaya badan, bukan pakai jari. Dan siapa yang menang, mengejar yang kalah, dan yang kalah harus memegang bentengnya. Kali ini permainnan malah sebaliknya, anak-anak meminta yang kalah mengejar yang menang. Ok bersiap.
Dibagi menjadi 4 kelompok, dua kelompok sama saya dan Mala, 2 kelompok lagi sama Mas Krisna dan Mas Agus. Alhamdulillah 2 permainan usai, dongeng pun usai.

Dapur Umum Kecamatan Cengkareng
Usai kegiatan TH (Trauma Healing) , lanjut menuju kecamatan cengkareng. Jalur utama yang ditempuh adalah melewati jl. Daan Mogot. Awalnya lancar, naek fly over yang panjangnya extra, dari fly over biasanya. Dan ketika menuruni fly over, tak jauh dari situ , bertemu lagi dengan “kerumunan air” “lagi”, akhirnya kamipun (Saya Mala, Teh Yani dan Mas Krisna) berputar arah menuju duri kepa lagi. Melewati jalan yang kami lalui sebelumnya. Muter-muter ntahlah kalau diminta untuk menghafal mungkin saya lupa. Keluar-keluar di Puri, keluar lagi di jalan arah tangerang, pas di lampu merah ternyata disitu “kerumunan air” lumayan tinggi. Terlihat di sebelah kanan, anak-anak sedang sibuk ber “gupak” ria, sepertinya menyenangkan. Kamipun melewati pinggiran jalan yang amat macet, untuk menyeberang. Alhamdulillah masih bisa dilewatin. Lurus,,, dan bertemulah dengan penguat energy si Motor (Pertamina), isi energy dulu, dan hujanpun menyapa. Melihat “kerumunan air” depan Pertamina lumayan tinggi, akhirnya kami memutuskan untuk berbalik arah, lewat kosambi (kayaknya soalnya ga tau namanya) , dan di persimpangan berbeloklah kearah akan, dan buta jalan “lagi”. Mengikuti teh Yani dari arah belakang, dan alhamdulillah sampailah di kecamatan Cengkareng.
Sampai, dan menghubungi Mas Agus, relawan di Posko Dapur Umum yang melayani seluruh kelurahan di di kecamatan Cengkareng. Berawal dari perdebatan, ada yang minta pulang jam4, ada yang jam 5, sampai akhirnya bertahan hingga jam 8 malam. Berhasil melipat kertas (bukan origami ya..) bungkus nasi, melipat kertas makanan yang sudah terisi nasi dan lauk, dan saya bertugas “menggareti” (memberikan akret pada bungkus nasi) , sekitar 830 bungkus ini totalnya ya,,, kita mulai berjibaku setelah ada beberapa kantong kresek yang berisi 25 bungkus nasi perkantongnya.
Melihat dan mengamati dapur umum, saat pertama kali datang, para “laki-laki” memasak nasi dan lauk pauknya, dengan kuali dan wajan yang amat sangat besar, bisa jadi kaya “makan besar” di tipi-tipi. Dan para “perempuan” nya membungkus nasi. Duduk manis, membagi-bagi dalam bungkusan-bungkusan.
Alhamdulillah magrib menjelang, dan kami bersiap sholat lanjut pulang. Tetiba setelah sholat magrib usai, pas mau turun tangga, ternyata Mas Krisna dan Mala menanti kami (saya dan teh Yani) duduk bersama 2 anak nurul dan satunya lagi lupa namanya pokoknya berawalan huruf “s” . Dan menarik kami, kak, ayo donk mendongeng, nah lo,,, ini ni yang bisa mendongeng, kak yani, akhirnya kami ditodong, dan ujunya mengobrol soal masak memasak membagi sedikit resep mudah dan enak (menurut saya), dadar bayam dan pizza tuna.
Ternyata setelah ngobrol panjang, mereka tetep kekeuh, minta dongeng dan nggak boleh pulang, beberapa hal sudah kami ajukan tatpi tetap kekeuh, sampai akhirnya hujan lebat dan kamipun menunggu untuk reda.
Satu hal yang menjadi pertanyaan buat saya ketika mengadakan game di TH Duri kepa, apakah mereka senang dengan permainan itu?

Dan jawabannya adalah di Masjid kecamatan Cengkareng, celoteh dua anak itu “Kak, kita bosen disini, kalau disana enak diajakin maen-maen, kalau disini nggak ngapa-ngapain, bosen ka”.

“Dunia permainan, dunia relaxasi selalu dibutuhkan oleh siapapun, bukan hanya untuk anak-anak tetapi juga untuk orang dewasa. Kejenuhan awal dari sebuah strees”
“Hanya sedikit yang bisa kita bagi, semoga bermanfaat. Karena senyum adalah bayaran termahal“

Tidak ada komentar:

Posting Komentar