Kamis, 09 Januari 2014

Prasangka, Diskriminasi dan Etnosentris

Prasangka
Bagaimana bersikap terhadap orang lain, apa dan apa?
Dugaan atau sebuah prasangka, apakah itu?
Sikap, kita terhadap orang lain bisa terjadi dari refleksi prasangka. Bagaimana tidak, kita ingin mengungkapkan apa, tetapi orang lain menganggap apa? nah ini lah yang biasa disebut "miss" komunikasi. Terkadang kita tidak mau tahu, apa pendapat orang lain, bodo amat, yang penting pendapat gue seperti ini. Yups, terkadang dari sini kesimpulan diambil dengan langkah yang sangat cepat, masuklah disini yang bernama "emosi". Lawan main bicarapun, yang awalnya ingin menjelaskan, menjadi sebaliknya yaitu terbawa dalam arus yang bernama "emosi". Yups, emosi bak virus yang menjangkit, secepat kilat, itu jika sama-sama tak bisa mengontrol, atau bisa jadi komunikasi dalam via jejaring sosial, tanpa bertatap muka. hal ini sering kali terjadi, karena emosi yang terlihat hanya dalam satu sisi, yaitu memihak dalam dirinya sendiri, kembali lagi ke "prasangka" satu arah.
Berbeda jika berkomunikasi, dengan penahanan emosi dalam satu pihak, atau komunikasi dua arah langsung (tatap muka, bukan lewat jejaring sosial). Ini akan lebih mudah untuk dipahami, bagaimana sebuah sikap merefleksikan prasangka.
Kita hanya manusia biasa yang tidak bisa membaca hati manusia lainnya, yang bisa kita lakukan adalah dengarkan, cerna dan merefleksikan.

Diskriminasi
Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain.
Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.
Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.
Ketika  mendiskriminasikan sesuatu, hendaknya kita berkaca terhadap diri sendiri, apakah kita sebagai individu mau menerima perlakukan diskriminasi dari orang lain. Jangan sampai perbedaan budaya, perbedaan tingkat kejejahteraan menyebabkan timbulnya diskriminasi.

Etnosentris
Etnosentrisme terjadi jika masing-masing budaya bersikukuh dengan identitasnya, menolak bercampur dengan kebudayaan lain. Porter dan Samovar mendefinisikan etnosentrisme seraya menuturkan, “Sumber utama perbedaan budaya dalam sikap adalah etnosentrisme, yaitu kecenderungan memandang orang lain secara tidak sadar dengan menggunakan kelompok kita sendiri dan kebiasaan kita sendiri sebagai kriteria untuk penilaian. Makin besar kesamaan kita dengan mereka, makin dekat mereka dengan kita; makin besar ketidaksamaan, makin jauh mereka dari kita. Kita cenderung melihat kelompok kita, negeri kita, budaya kita sendiri, sebagai yang paling baik, sebagai yang paling bermoral.”


Ini juga bisa terjadi dengan pandangan kita terhadap kenalan remaja saat ini, terkadang kita memandang rendah anak-anak yang terjangkit dengan tindakan asusila. Padahal belum tentu hal tersebut dilakukan atas kemauan mereka pribadi. Bisa jadi karena sebuah paksaan dan tekanan dari pihak lain sehingga mengakibatkan tindakan tersebut, sedangkan masyarakat tidak mau tahu tentang sebab kenapa hal tersebut terjadi, hal ini menimbulkan etnosentris.  

Sumber :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar